Kontribusi Merawat dan Memperkenalkan Omah Kalang, Salah Satu Cagar Budaya Indonesia!
Indonesia dengan
ragam budaya yang tersebar di 34 provinsi membuatnya memiliki warisan budaya
baik benda maupun tak benda yang sangat banyak dan beragam. Salah satu warisan
budaya yaitu Cagar Budaya Indonesia yang termasuk dalam kategori benda. Cagar budaya
sendiri dapat berupa situs budaya, bangunan, benda, struktur, maupun kawasan
baik didarat maupun laut.
Pada tulisan
kali ini penulis akan membahas tentang pentingnya pelestarian dan pemanfaatan
bangunan cagar budaya Indonesia agar lebih dikenal oleh kaum millennial sehingga bangunan
cagar budaya nantinya akan tetap dapat dijumpai oleh generasi mendatang dan
tidak lenyap oleh jaman. Terlebih lagi Indonesia memiliki ragam arsitektural
nusantara yang kaya, dan catatan sejarah bahwa Indonesia pernah dijajah oleh
negara lain juga berdampak pada masuknya gaya arsitektural negara penjajah dan kemudian
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Penyesuaian yang dimaksud seperti
perubahan bada bangunan khas colonial yang tinggi ceilingnya berbeda antara di
Indonesia dan Belanda. Oleh karena itu, merawat bangunan cagar budaya bukan
lagi tanggung jawab satu pihak saja, tetapi masyarakat umum juga memiliki
tanggung jawab untuk merawat karena nantinya kita sendiri yang akan menikmati
nilai sejarah banungan cagar budaya.
Merawat bisa
dimulai dari hal sederhana dan bisa dilakukan semua orang, salah satunya yaitu
menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah di area cagar budaya Indonesia maupun
membersihkan jika melihat ada sampah disekitarnya. Tidak membiarkan perusakan
ataupun aksi vandalism terjadi pada bangunan cagar budaya, seperti mural secara
sembarangan. Hal tersebut dapat dilakukan oleh semua orang. Karena jika kita
tidak merawat maka akan musnah bangunan cagar budaya tersebut. Tentu itu tidak
kita inginkan.
Nah, salah satu
contohnya adalah Omah Kalang yang berada di kawasan cagar budaya Indonesia di Kotagede,
Yogyakarta. Omah Kalang sendiri dulunya dimiliki oleh saudagar dari kelompok
wong kalang (pendatang yang dundang raja menjadi tukang ukir perhiasan
kerajaan) pada sekitar abad ke-18. Gaya arsitekturalnya yaitu Jawa yang
kemudian dicampur dengan sentuhan Baroque (Eropa). Tentu saja perpaduan
tersebut membuat bangunan ini unik dan menarik untuk dilihat dan dikunjungi.
Namun, hal tersebut tidak cukup menarik wisatawan untuk mengunjungi dan
mengetahui. Padahal dengan adanya wisatawan juga memotivasi warga sekitar untuk
lebih merawat bangunan cagar budaya tersebut. Jika suatu saat mereka sudah
tidak peduli untuk merawat maka kita akan kehilangan warisan budaya yang sangat
mahal nilai sejarahnya.
Oleh karena itu,
saya dan beberapa teman-teman dari jurusan desan (interior, produk, dan
komunikasi visual) bekerja sama dengan warga sekitar dan juga beberapa desainer
professional membuat sebuah event yaitu jogja design week di bangunan omah
kalang tahun 2018 kemarin. Acara pameran ini yaitu merespo bangunan cagar
budaya agar mampu menarik para wisatawan maupun warga Yogyakarta untuk tahu
tentang bangunan cagar budaya Indonesia ini. Tentunya kami memperhatikan do and doesn’t
pada bangunan tersebut, karena kami disini merespon dan merawat bangunan.
Sehingga acara pameran tersebut tidak mengurangi nilai Omah Kalang bahkan mampu
menambah daya tariknya.
Karena obyek
Omah Kalang yang sudah indah dengan kekayaan ornamennya, maka pameran yang kami
bikin lebih kepada menggunakan permainan lighting sehingga berpengaruh kepada
ambiencenya. Selain itu juga kami menata ruang dengan memberi furniture
kekinian namun tetap sesuai dengan karakter Omah Kalang dengan material khas
yang ada di Nusantara yaitu berupa bambu, rotan, dan beberapa jenis kayu. Dan
pada akhirnya acara ini cukup sukses menarik minat wisatawan untuk datang
kepameran kami dan kemudian mereka bisa mengetahui apa itu Omah Kalang, dan tak
sedikit yang takjub akan keindahan bangunannya itu sendiri. Setidaknya kami
mencoba untuk mengenalkan Omah Kalang kepada masyarakat dengan cara tersebut
agar nantinya Omah Kalang dapat lestari.

Kalau bukan kita
yang merawat, lalu siapa lagi? Dan jika bukan sekarang, perlu tunggu apa lagi?
#CagarBudayaIndonesia #KemendikbudxIIDN
ayo ikuti kompetisi "Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!"
#CagarBudayaIndonesia #KemendikbudxIIDN
ayo ikuti kompetisi "Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!"
No comments:
Post a Comment